Minggu, 27 Maret 2016

Ketakutan Dan Air Mata Menyebar di Yaman



jurnalfresh.com – Puluhan ribu pendukung mantan presiden Ali Abdullah Saleh dan kelompok Syiah Al-Houthi menggelar pawai terpisah di Sana’a, untuk memperingati satu tahun serangan udara koalisi pimpinan Arab Saudi dan perang saudara di Yaman.
Ibu Kota Yaman tersebut terpecah jadi dua wilayah antara anggota Al-Houthi, yang didukung Iran, dan pendukung Saleh.
Pendukung Kongres Rakyat Umum –yang dipimpin oleh Saleh– berkumpul pada Sabtu pagi (26/3) di Daerah As-Sabeen di Sana’a Selatan, sementara pengikut Al-Houthi menggelar pertemuan terbuka pada siang hari di Ar-Rawda di bagian utara Sana’a.
Kedua pertemuan terbuka itu diserukan oleh kedua pemimpin perang, Ali Abdullah Saleh dan Abdul-Malik Badr Ad-Deen Al-Houthi.
Di dalam pidato singkat kepada pendukung mereka, kedua pemimpin tersebut mengkonfirmasi mereka menghadiri pembicaraan perdamaian dengan Arab Saudi, yang dimulai pada Februari. Dan mereka berusaha mengakhiri aksi koalisi pimpinan Arab Saudi terhadap mereka.
Pada saat yang sama, mereka menuduh Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi dan pemerintahnya menjadi “tentara bayaran” buat Pemerintah Arab Saudi.
Sejak pagi sampai siang, pesawat tempur koalisi pimpinan Arab Saudi terus terbang di atas wilayah udara Sana’a, menimbulkan suara gemuruh tapi tidak melancarkan serangan udara.
“Peringatan hari agresi anti-Arab Saudi kita dimulai di Daerah As-Sabeen dan berakhir di Ar-Rawda,” kata pejabat penerangan Kantor Saleh, Nabil As-Soufi, di akun Twitternya sebagaimana dikutip Xinhua, Senin pagi. “Sana’a hari ini mengirim pesan kepada dunia dengan senjata dan lidah kami, kami akan mengorban jiwa buat Yaman.” Para pendukung Saleh, yang mengenakan pakaian suku tradisional dan pisau khas di pinggang mereka serta membawa senapan, memegang spanduk serta gambar para pemimpin, Ali Abdullah Saleh dan Abdul-Malik Badr Ad-Deen Al-Houthi.
“Kami datang hari ini ke pertemuan terbuka As-Sabeen untuk mendukung para pemimpin –Ali Abdullah Saleh dan Abdul-Malik Al-Houthi– dan untuk menyerukan segera diakhirinya serangan udara Arab saudi,” kata Ali Motahar (30), seorang prajurit di Pasukan Keamanan Pusat.
Meskipun demikian tak seorang pun dalam kedua pertemuan terbuka itu berbicara mengenai keterlibatan pemimpin mereka dalam perang yang berkecamuk saat ini. Mereka, kata Xinhua, memberi cerita satu pihak.
Pada 21 September 2014, petempur Al-Houthi dengan dukungan pasukan Garga Republik, pimpinan Saleh, merebut Ibu Kota Yaman, Sana’a, dengan menggunakan kekuatan. Mereka memenjarakan Presiden Abd-Rabbou Mansour hadi dan anggota kabinetnya, yang diakui masyarakat internasional.
Pengikut Al-Houthi dan prajurit yang setia kepada Saleh belakangan mengerahkan jet tempur dari Sana’a untuk menyerang Aden, setelah Hadi dan anggota kabinetnya menyelamatkan diri dari Sana’a. Al-Houthi dan Saleh juga mengirim tentara darat untuk mengukuhkan cengkeraman atas kota besar lain di Yaman Selatan.
Mereka memburu Hadi dan anggota pemerintahnya di Aden, dan memaksa mereka –di bawah serangan mematikan– menyelamatkan diri ke pengasingan di negara tetangga Yaman, Arab Saudi.
Kelompok tersebut kemudian melancarkan gerakan besar militer di dekat perbatasan Arab Saudi dan menyiarkan pesan agar pemerintah Riyadh tidak mencampuri urusan dalam negeri Yaman. Pada 26 Maret 2015, pemerintah Arab Saudi memutuskan untuk campur-tangan di Yaman.
Sementara itu, warga di berbagai provinsi Yaman Selatan –Taiz, Aden, Adh-Dhalea, Lahj, Abyan– dan beberapa bagian Provinsi Marib di bagian timur-laut Yaman, yang telah direbut kembali oleh pasukan koalisi yang didukung koalisi sejak Juli tahun lalu, menggelar pertemuan terbuka untuk merayakan satu tahun perang dan menyerukan dilanjutkannya serangan koalisi pimpinan Arab Saudi terhadap pasukan Saleh dan Al-Houthi.
Perang dan serangan udara di Yaman telah menewaskan lebih dari 6.200 orang, kebanyakan warga sipil. Utusan Yaman untuk PBB Ismail Ould Sheikh Ahmed mengumumkan gencatan senjata antar-pasukan yang bertikai di Yaman pada 10 April dan babak baru pembicaraan perdamaian satu pekan kemudian di Kuwait.
Berbagai upaya terdahulu untuk melaksanakan gencatan sejata di Yaman telah lama gagal. Masing-masing pihak saling menuduh pihak lain sebagai pelanggar gencatan senjata.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.