Malang, Aktual.com — Pengamat sosial, Dr Rinekso Kartono mengungkapkan munculnya HIV/AIDS berawal dari berkembangnya penggunaan jarum suntik narkoba bergantian, pekerja seks komersial hingga lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
Bahkan, lanjut ia, sekarang ini semua orang berpotensi tertular karena semakin besar jumlah penderita, semakin besar pula risiko orang tertular, terutama melalui transfusi darah.
“Dan, yang bisa kita lakukan saat ini ya hanya membatasi gerak mereka karena kondisi ini adalah problem sosial yang selalu ada setiap saat,” ujarnya.
Masyarakat, lanjut ia, juga tidak perlu melakukan upaya diskriminasi terhadap para penderita orang dekat dengan HIV dan AIDS (ODHA), bahkan mereka perlu pendampingan dan dukungan sosial, terutama dari keluarga.
Selain itu, kata Rinekso, perlu diambil langkah-langkah strategis untuk mencegah perkembangan HIV/AIDS di Indonesia. Di antaranya dengan cara mengedukasi ODHA untuk terbuka pada pasangan seksualnya, konsisten menggunakan kondom dalam hubungan seks, menjauhi narkoba terutama dalam menggunakan jarum suntik secara bergantian, dan mengontrol tempat-tempat yang berpotensi sebagai sumber-sumber penyakit ini.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UMM itu mengemukakan fenomena ODHA dan LGBT tersebut sudah ditangkap jauh-jauh hari.
Apalagi, penyakit tersebut adalah turunan dari fakta bahwa Indonesia, menurut Joint United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS), merupakan salah satu negara dengan epidemi paling cepat di Asia pada 2010.
Sementara itu, di Malang raya, berdasar data yang dikumpulkannya sepanjang 2008 terdapat 830 ODHA, 2009 meningkat menjadi 900 orang, dan di 2010 naik mencapai 1.636.
“Tren kenaikan ini terus terjadi, sampai 2013 terdapat sekitar 2.650 orang hingga menempatkan Malang sebagai daerah nomor dua jumlah ODHA terbanyak di Jawa Timur,” tuturnya.
Menurut dia, fenomena ODHA tersebut merupakan puncak gunung es. Selama ini sebagian besar ODHA ternyata berusaha menyembunyikan identitas barunya, agar tidak diketahui orang lain.
“Sikap seperti inilah yang akhirnya menjadikan kelompok atau komunitas mereka sebagai ‘hidden population’. Mereka berusaha menyembunyikan penyakitnya dari keluarga, saudara, pasangan hidupnya, dan teman-temannya. Dan, kondisi ini pulalah yang mengharuskan semua pihak, mulai pemerintah hingga keluarga terus berupaya agar mereka tidak menutup diri dan merasa dikucilkan,” kata ia menutup pembicaraan.
(Ferro Maulana)
0 komentar:
Posting Komentar